Wednesday 17 September 2008

SEBERAPA APOTEKERKAH KITA ?

KENAPA INI PENTING UNTUK DIBICARAKAN ???

Karena terkait program mengapotekerkan apoteker dan demi suksesnya sosialisasi Program TATAP di apotek dan ini merupakan program besar ISFI dalam mensosialisasikan kepada masyarakat.
Alangkah baiknya ISFI juga lebih bijak dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang anggotanya seberapa banyak yang apoteker, seberapa banyak yang bukan apoteker (sarjana farmasi).
Data ini penting karena untuk membedakan siapa yang apoteker dan siapa yang bukan. Karena dari yang apoteker saja masih diragukan siapa yang apoteker betulan dan siapa yang apoteker jadi-jadian artinya mereka suka berteriak diluar panggung tanpa ikut bermain dilapangan.
Mudah-mudahan semakin banyak apoteker betulan yang bisa berkiprah dan bermanfaat bagi masyarakat banyak dan mereka lebih bangga mencantumkan gelar apotekernya.

Sebagai contoh : lihat di http://www.isfinational.or.id/sarana-kefarmasian/33-nama-ketua-umum Dalam penulisan daftar nama-nama pendiri/ketua Ikatan Apoteker dan ketua Umum ISFI, Nama Pembina mulai tahun 1955 sampai dengan sekarang tahun 2008 yang dikeluarkan Website ISFI (organisasi yang di klaim satu-satunya organisasi apoteker di Indonesia) sampai sekarang didalam penulisan Nama dan gelar dengan tegasnya mencantumkan gelar MBA, Drs, tetapi seolah tanpa beban menghilangkan gelar apoteker sehingga kita sendiri yang sebagai apoteker ataau masyarakat awam akan ragu menilai apakah mereka Yang terhormat bergelar sarjana farmasi atau sarjana lain atau belum lulus apoteker karena mungkin saat itu tidak lulus apoteker (karena gelar apoteker nyata-nyata tidak dicantumkan)
Kenapa ini terjadi? alergikah dengan gelar apoteker ? kok lebih bangga menyandang gelar Drs, MBA dari pada gelar apoteker sudah menjadi kebiasaankah hal seperti ini pada diri kita ?

Hal ini sangat berbeda kalau kita lihat profesi lain misalnya dr/drg mereka lebih senang memakai gelar profesinya dari pada gelar kesarjanaannya bahkan gelar kesarjanaannya dihilangkan sehingga profesinya dapat lebih mudah dikenal dimasyarakat ...

Sekarang saya jadi bertanya siapa yang bertanggung jawab sistem atau perseorangan ?
Kalau sistem mari kita bersama-sama merubahnya
Organisasi ISFI harus menemukan solusinya ...
(atau mungkin apa perlu perubahan nama organisasi profesi kembali ke Ikatan Apoteker Indonesia dalam konggres ISFI 2009)
Dan draftnya harus disusun sekarang tahun 2008
sama seperti rencana perubahan ISFI menjadi Ikatan Farmasis Indonesia (dalam konggres ISFI tahun 2005)
Yang akhirnya ditolak oleh anggota karena Istilah Farmasis tidak dikenal dalam Undang Undang & hukum kefarmasian di Indonesia ..
Hukum Indonesia hanya mengenal Istilah Apoteker tetapi sampai sekarang pihak perguruan tinggi masih lebih suka menggunakan Istilah farmasis...
karena sekarang pola pikir kita harus memikirkan nasib organisasi profesi Apoteker bukan kepentingan yang lain ...
Namun bukan hanya sekedar mencantumkan gelar saja yang kita utamakan ...
tapi lebih dari itu ...
sebagai seorang apoteker kita harus dapat membuktikanbahkan
melakukan langkah nyata dengan membiasakan mengabdikan diri di masyarakat
sehingga bukan hanya diakui tetapi dapat mengangkat & membuktikan citra kita sebagai profesional apoteker di masyarakat...

Salam (Drs.Suhartono,Apoteker)

Sunday 14 September 2008

BERTEORI ATAU BERPRAKTISI !!

Pendidikan tinggi dengan Nilai tinggi ditambah sertifikat kompetensi ternyata masih belum cukup menjawab Permasalahan …..?

Banyak para Ahli & Akademisi bingung mencari formula menyelesaikan berbagai persoalan di dalam menghadapi perubahan..

Ada satu cerita teman sejawat
Ada teman saya si fulan yang waktu kuliah nilainya bagus-bagus A & B dengan IPK diatas 3,5 saat kuliah usianya relative lebih muda 2 tahun dari rata-rata teman satu angkatannya namun setelah memasuki dunia kerja si fulan ternyata kesulitan mencari pekerjaan dengar-dengar si fulan dipecat dari perusahaan karena tidak bisa berinteraksi dengan rekan kerjanya akhirnya si fulan bekerja sendiri dirumah melanjutkan pekerjaan orang tuanya diluar profesinya. Apa yang kurang ….?
Sementara Si dona dengan nilai biasa-biasa namun setelah lulus dan memasuki dunia pekerjaan Si dona dapat berkarir lebih cepat, dapat berwirausaha bahkan mampu mengendalikan perusahaan yang berisi orang-orang pintar seperti si fulan...

Dan masih banyak lagi fakta dan cerita seperti diatas ... Cerita tentang kesuksesan Bill gate misalnya ...

Sekarang dengan persaingan yang ketat antar perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dalam berebut siswa dan agar tidak kesulitan mendapatkan dunia kerja ( ini kalau mereka berpikir output) mereka menstandarkan nilai akademis dengan nilai A& B dan sangat-2 jarang memberikan nilai C bahkan D atau E hal ini membuat seolah-olah mahasiswa yang telah lulus kelihatan pandai atau pandai yang dipaksakan...

berarti kesimpulannya kalau nilainya baik nilai A , bila nilainya kurang Nilai B karena hanya ada dua alternatif penilaian..

Isu globalisasi dengan SDM berbasis kompetensi ternyata diamini juga oleh pendidikan tinggi dan organisasi profesi dengan dasar hukum yang masih minim dan konsep seadanya seakan-akan dipaksakan agar dapat bersaing dengan pihak asing ....

Namun ternyata semua itu masih belum cukup ... kalangan pendidikan tinggi, ilmuwan sibuk mencari akar permasalahannya ...dan alternatif penyelesaiannya ...

Ada istilah baru yang perlu di pikirkan lagi yaitu Talenta Management
talent management adalah pengembangan SDM berdasarkan bakat dan kemampuan seseorang.
Istilah ini muncul karena ada perbedaan antara para praktisi dan para teorist di lapangan

Konsep SDM berbasis kompetensi saja dirasa masih belum cukup karena tolok ukur kompetensi biasanya cenderung dirancang lebih kepada suatu teori dan para praktisi merasa kurang pas dan berbeda pandangan dengan konsep ini
Arah karir para praktisi adalah non managerial sedangkan arah karir para teorist adalah managerial.

Perbedaannya terletak pada desain kompetensi
Konsep SDM berbasis kompetensi lebih kepada teori.
Sedang SDM berbasis talenta lebih kepada kinerja, apresiasi jam terbang, kepercayaan dan penghargaan atas prestasi kerja dan dapat diterima pasar...

Selanjutnya terserah anda ...
Bagaimana menyikapinya ...
Berteori , berpraktisi ...atau menggabungkan keduanya ...