Tuesday 21 October 2008

INFORMASI TENTANG OBAT KERAS

Banyak tulisan informasi tentang obat keras dapat kita dapatkan dimana-mana (baca di ISFI, http://www.isfinational.or.id/, Depkes http://www.binfar.depkes.go.id/data/files/1203426275_PEDOMAN%20OBAT%20BEBAS%20DAN%20BEBAS%20TERBATAS.pdf, dll

Namun sadarkah kita bahwa yang kita informasikan itu masih belum lengkap dan bisa menyesatkan ? dan ini diamini oleh ISFI, Depkes dalam menyebarluaskan informasi tentang definisi obat keras.

Sebagai contoh : saya kutip di http://www.isfinational.or.id/ dengan judulnya obat bebas dan bebas terbatas yang di ambil dari farmasi.dinkes kaltim tentang definisi obat keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat

benarkah asam mefenamat harus dengan resep dokter ?
bisakah dibeli bebas diapotek tetapi diserahkan oleh apoteker ?
Dalam mendifinisikan obat keras selalu Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.

Kita lupa bahwa ada informasi lain yang belum diinformasikan yaitu obat wajib apotek (OWA) yang termasuk dalam obat keras. ini penting untuk disosialisasikan karena kalau kita mendifinisikan sebagaimana def diatas maka sama juga dengan masyarakat awam lain (artis,politisi,pejabat dll) dalam mempresepsikan tentang obat keras padahal kita yang seharusnya merubah persepsi mereka apa lagi kalau kita mengganggap bahwa diri kita praktisi atau minimal yang lebih tahu tentang obat

Seharusnya definisinya Obat keras adalah
Obat yang hanya dapat diperoleh diapotek dengan resep dan atau tanpa resep dokter yang diserahkan sendiri oleh apoteker (khusus untuk obat wajib apotek /OWA), dengan tanda khusus lingkaran berwarna merah dan bergaris tepi hitam dengan tulisan K warna hitam di dalam lingkaran warna merah tersebut.

Obat keras terdiri dari:
1. Daftar G atau Obat Keras seperti antibiotika, anti diabetes, anti hipertensi, dan lainnya.
2. Daftar O atau Obat Bius adalah golongan obat-obat narkotika
3. Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropik, seperti obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dan lainnya.
4. Obat Wajib Apotik yaitu Obat Keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti anti histamine, obat asma, pil anti hamil, beberapa obat kulit tertentu, dan lainnya.

Diantara peraturan mengenai OWA adalah antara lain :
• Permenkes no.919/MENKES/PER/X/1993 tentang criteria OWA
• Kepmenkes no.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang OWA no.1
• Permenkes no.924/MENKES/PER/X/1993 tentang OWA no.2
• Permenkes no.925/MENKES/PER/X/1993 tentang perubahan golongan OWA no.1.

Mohon kita lebih kritis, selektif, lengkap dan jelas dalam memberikan informasi baik kepada anggota maupun masyarakat.

Terima kasih

Ada komentar dari teman sejawat ?

Monday 20 October 2008

ANTARA RESEP CODEIN & SERTIFIKAT KOMPETENSI

Beberapa tahun yang lalu apotek saya mendapatkan resep Codein tab 10 mg sejumlah 20 tab dan saya putuskan tidak saya layani karena saya anggap tidak rasional …pasien bertanya kenapa ?
akhirnya saya jelaskan bahwa resep tersebut tidak rasional karena tidak diikuti oleh resep lain yang berkaitan dengan penyakit yang diderita pasien tersebut ..
Usut punya usut ternyata si pasien tersebut sudah mendapat beberapa obat lain Antibiotik, Obat analgesic antipiretik, vitamin dll di tempat praktek dokter, karena pasien membutuhkan obat penekan batuk kuat (gol narkotika) maka si dokter tersebut menuliskan resep codein saja…
Bag tanggapan sejawat ?

Kemarin saya mendapatkan resep yang serupa …
seorang ibu yang menebus resep yang berisi codein 10 mg sejumlah 30 tab ?
Kali ini dengan dokter yang berbeda …
Kemudian saya panggil pasiennya ...saya tanya yang sakit siapa? sakitnya apa? alamatnya di mana? apa sudah diberi obat lain selain obat yang ditebus diatas ?
Ternyata ... apa jawabannya ....
Si pasien menjawab yang sakit ibu saya, saya seorang dokter yang bertugas di puskesmas xyz kebetulan kehabisan obat tsb... obat lainnya sudah ada namun karena kehabisan codein di puskesmas terpaksa saya tebuskan di apotek....

Untuk meyakinkan kami Si dokter tersebut mengeluarkan kartu identitasnya yang dikeluarkan oleh konsil Kedokteran Indonesia (KKI) bukan ketua Umum Ikatan dokter Indonesia (IDI) yang menyatakan bahwa pemegang kartu tersebut adalah seorang dokter/dokter gigi ...
Akhirnya kami berkenalan dengan dokter tersebut tidak ada masalah dalam komunikasi kami ...
Dan obat tersebut kami layani dan si dokter tersebut akhirnya membeli suplemen, dan beberapa produk obat bebas lainnya di apotek kami.

Ada hal menarik yang dapat kita ambil dari kasus tersebut ...
1. Ternyata prasangka kita belum tentu seburuk yang kita pikirkan dan kita harus bersikap & berpikir positif terhadap siapapun yang datang ke apotek kita.
2. Ternyata di profesi lain IDI sudah jauh lebih bagus dalam menata kompetensi anggotanya dan sudah mempunyai Konsil Kedokteran Indonesia sebagai penyelenggara uji kompetensi yang lebih independen bukan Perguruan Tinggi dan dilindungi oleh UU
3. waktu saya taanyakan bagaimana cara mendapat kartu tersebut ? Untuk mendapatkan kartu yang diluarkan KKI mereka hanya mengirimkan berkas administrasi saja (ijazah, sumpah dokter, surat pengantar lewat IDI cabang dll) dengan membaya biayar registrasi Rp. 250 rb saja cukup murah dan tidak terlalu membebani bagi seorang dokter dan masa berlakunya selama 5 tahun.
4. Selanjutnya tidak ada biaya lainnya tinggal menunggu uji kompetensi setelah kartu yang bersangkutan habis masanya dan disertai dengan ketentuan harus mengikuti seminar, pelatihan yang harus memenuhi berapa SKP yang harus dipenuhi dan dilampirkan.

Mungkin ada yang bisa berkomentar tentang hal ini ...

Wednesday 17 September 2008

SEBERAPA APOTEKERKAH KITA ?

KENAPA INI PENTING UNTUK DIBICARAKAN ???

Karena terkait program mengapotekerkan apoteker dan demi suksesnya sosialisasi Program TATAP di apotek dan ini merupakan program besar ISFI dalam mensosialisasikan kepada masyarakat.
Alangkah baiknya ISFI juga lebih bijak dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang anggotanya seberapa banyak yang apoteker, seberapa banyak yang bukan apoteker (sarjana farmasi).
Data ini penting karena untuk membedakan siapa yang apoteker dan siapa yang bukan. Karena dari yang apoteker saja masih diragukan siapa yang apoteker betulan dan siapa yang apoteker jadi-jadian artinya mereka suka berteriak diluar panggung tanpa ikut bermain dilapangan.
Mudah-mudahan semakin banyak apoteker betulan yang bisa berkiprah dan bermanfaat bagi masyarakat banyak dan mereka lebih bangga mencantumkan gelar apotekernya.

Sebagai contoh : lihat di http://www.isfinational.or.id/sarana-kefarmasian/33-nama-ketua-umum Dalam penulisan daftar nama-nama pendiri/ketua Ikatan Apoteker dan ketua Umum ISFI, Nama Pembina mulai tahun 1955 sampai dengan sekarang tahun 2008 yang dikeluarkan Website ISFI (organisasi yang di klaim satu-satunya organisasi apoteker di Indonesia) sampai sekarang didalam penulisan Nama dan gelar dengan tegasnya mencantumkan gelar MBA, Drs, tetapi seolah tanpa beban menghilangkan gelar apoteker sehingga kita sendiri yang sebagai apoteker ataau masyarakat awam akan ragu menilai apakah mereka Yang terhormat bergelar sarjana farmasi atau sarjana lain atau belum lulus apoteker karena mungkin saat itu tidak lulus apoteker (karena gelar apoteker nyata-nyata tidak dicantumkan)
Kenapa ini terjadi? alergikah dengan gelar apoteker ? kok lebih bangga menyandang gelar Drs, MBA dari pada gelar apoteker sudah menjadi kebiasaankah hal seperti ini pada diri kita ?

Hal ini sangat berbeda kalau kita lihat profesi lain misalnya dr/drg mereka lebih senang memakai gelar profesinya dari pada gelar kesarjanaannya bahkan gelar kesarjanaannya dihilangkan sehingga profesinya dapat lebih mudah dikenal dimasyarakat ...

Sekarang saya jadi bertanya siapa yang bertanggung jawab sistem atau perseorangan ?
Kalau sistem mari kita bersama-sama merubahnya
Organisasi ISFI harus menemukan solusinya ...
(atau mungkin apa perlu perubahan nama organisasi profesi kembali ke Ikatan Apoteker Indonesia dalam konggres ISFI 2009)
Dan draftnya harus disusun sekarang tahun 2008
sama seperti rencana perubahan ISFI menjadi Ikatan Farmasis Indonesia (dalam konggres ISFI tahun 2005)
Yang akhirnya ditolak oleh anggota karena Istilah Farmasis tidak dikenal dalam Undang Undang & hukum kefarmasian di Indonesia ..
Hukum Indonesia hanya mengenal Istilah Apoteker tetapi sampai sekarang pihak perguruan tinggi masih lebih suka menggunakan Istilah farmasis...
karena sekarang pola pikir kita harus memikirkan nasib organisasi profesi Apoteker bukan kepentingan yang lain ...
Namun bukan hanya sekedar mencantumkan gelar saja yang kita utamakan ...
tapi lebih dari itu ...
sebagai seorang apoteker kita harus dapat membuktikanbahkan
melakukan langkah nyata dengan membiasakan mengabdikan diri di masyarakat
sehingga bukan hanya diakui tetapi dapat mengangkat & membuktikan citra kita sebagai profesional apoteker di masyarakat...

Salam (Drs.Suhartono,Apoteker)

Sunday 14 September 2008

BERTEORI ATAU BERPRAKTISI !!

Pendidikan tinggi dengan Nilai tinggi ditambah sertifikat kompetensi ternyata masih belum cukup menjawab Permasalahan …..?

Banyak para Ahli & Akademisi bingung mencari formula menyelesaikan berbagai persoalan di dalam menghadapi perubahan..

Ada satu cerita teman sejawat
Ada teman saya si fulan yang waktu kuliah nilainya bagus-bagus A & B dengan IPK diatas 3,5 saat kuliah usianya relative lebih muda 2 tahun dari rata-rata teman satu angkatannya namun setelah memasuki dunia kerja si fulan ternyata kesulitan mencari pekerjaan dengar-dengar si fulan dipecat dari perusahaan karena tidak bisa berinteraksi dengan rekan kerjanya akhirnya si fulan bekerja sendiri dirumah melanjutkan pekerjaan orang tuanya diluar profesinya. Apa yang kurang ….?
Sementara Si dona dengan nilai biasa-biasa namun setelah lulus dan memasuki dunia pekerjaan Si dona dapat berkarir lebih cepat, dapat berwirausaha bahkan mampu mengendalikan perusahaan yang berisi orang-orang pintar seperti si fulan...

Dan masih banyak lagi fakta dan cerita seperti diatas ... Cerita tentang kesuksesan Bill gate misalnya ...

Sekarang dengan persaingan yang ketat antar perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dalam berebut siswa dan agar tidak kesulitan mendapatkan dunia kerja ( ini kalau mereka berpikir output) mereka menstandarkan nilai akademis dengan nilai A& B dan sangat-2 jarang memberikan nilai C bahkan D atau E hal ini membuat seolah-olah mahasiswa yang telah lulus kelihatan pandai atau pandai yang dipaksakan...

berarti kesimpulannya kalau nilainya baik nilai A , bila nilainya kurang Nilai B karena hanya ada dua alternatif penilaian..

Isu globalisasi dengan SDM berbasis kompetensi ternyata diamini juga oleh pendidikan tinggi dan organisasi profesi dengan dasar hukum yang masih minim dan konsep seadanya seakan-akan dipaksakan agar dapat bersaing dengan pihak asing ....

Namun ternyata semua itu masih belum cukup ... kalangan pendidikan tinggi, ilmuwan sibuk mencari akar permasalahannya ...dan alternatif penyelesaiannya ...

Ada istilah baru yang perlu di pikirkan lagi yaitu Talenta Management
talent management adalah pengembangan SDM berdasarkan bakat dan kemampuan seseorang.
Istilah ini muncul karena ada perbedaan antara para praktisi dan para teorist di lapangan

Konsep SDM berbasis kompetensi saja dirasa masih belum cukup karena tolok ukur kompetensi biasanya cenderung dirancang lebih kepada suatu teori dan para praktisi merasa kurang pas dan berbeda pandangan dengan konsep ini
Arah karir para praktisi adalah non managerial sedangkan arah karir para teorist adalah managerial.

Perbedaannya terletak pada desain kompetensi
Konsep SDM berbasis kompetensi lebih kepada teori.
Sedang SDM berbasis talenta lebih kepada kinerja, apresiasi jam terbang, kepercayaan dan penghargaan atas prestasi kerja dan dapat diterima pasar...

Selanjutnya terserah anda ...
Bagaimana menyikapinya ...
Berteori , berpraktisi ...atau menggabungkan keduanya ...

Wednesday 27 August 2008

SEBERAPA APOTEKERKAH ISFI ?


Pernah saya membaca tulisan sejawat seberapa apotekerkah kita? http://www.apotekkita.com/
Kini saya mencoba menulis seberapa apotekerkah ISFI?

Hal ini penting karena terkait program mengapotekerkan apoteker dan demi suksesnya sosialisasi Program TATAP di apotek dan ini merupakan program besar ISFI dalam mensosialisasikan kepada masyarakat alangkah baiknya ISFI juga lebih bijak dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang anggotanya seberapa banyak yang apoteker, seberapa banyak yang bukan apoteker (sarjana farmasi).
Data ini penting karena untuk membedakan siapa yang apoteker dan siapa yang bukan. Karena dari yang apoteker saja masih diragukan siapa yang apoteker betulan dan siapa yang apoteker jadi-jadian artinya mereka suka berteriak diluar panggung tanpa ikut bermain dilapangan.
Mudah-mudahan semakin banyak apoteker betulan dan mereka lebih bangga mencantumkan gelar apotekernya.

Sebagai contoh :
Dalam daftar nama-nama pendiri/ketua Ikatan Apoteker dan ketua Umum ISFI, Nama Pembina mulai tahun 1955 sampai dengan sekarang tahun 2008 yang dikeluarkan Website ISFI sampai sekarang
didalam penulisan Nama dan gelar dengan tegasnya ISFI mencantumkan gelar MBA, Drs tetapi seolah tanpa beban menghilangkan gelar apoteker sehingga masyarakat awam akan menilai apakah mereka Yang terhormat bergelar sarjana farmasi atau sarjana lain karena tidak ada spesifik gelar kefarmasian lebih-lebih gelar apoteker yang sangat susah didapatkan nyata-nyata dihilangkan.

Hal ini sangat berbeda dengan profesi lain dokter/dokter gigi mereka selalu menggunakan gelar profesi di depan nama mereka dr/drg bahkan rela menghilangkan gelar kesarjanaannya...

Sekarang saya jadi bertanya seberapa apotekerkah kita yang dipengurus ISFI dalam menghargai gelar APOTEKER seseorang ?
Mohon tanggapannya…..

Salam

(Drs.Suhartono,Apoteker)

Friday 25 July 2008

DAPATKAH ISFI MENJAMIN OBAT DIPASARAN DAPAT DIPERTANGGUNG JAWABKAN?

Ada hal yang menarik dalam acara temu ilmiah & organisasi hisfarma
Acara temu ilmiah level nasional digelar oleh hisfarma Jatim di tahun 2008 dibilang cukup menarik karena :

Acara digelar dikota kecil Probolinggo Jawa timur. Untuk menuju kota (anggur & mangga) probolinggo dari Surabaya atau malang yang hanya berjarak 100 km dapat ditempuh dengan kendaraan darat selama 2 jam kearah timur. Lokasi hotel bromo view berada di kota probolinggo dan dilalui jalur Bus Malang-Probolinggo, atau Surabaya-Probolinggo akan dapat memudahkan peserta dalam mencapai lokasi tempat acara dilaksanakan kegiatan tersebut (lihat info hotel).
Acara dilaksanakan selama 3 hari terbagi menjadi 3 bagian hari pertama tanggal 1 agustus malam hari dimulai dengan kegiatan sosialisasi pemanfaatan computer didalam praktek keseharian di bidang kefarmasiaan : baik penggunaan program computer untuk system stok maupun penjualan jugaa pemanfaatan computer untuk optimalisasi KIE dan membentuk jaringan komunikasi dengan sesama apoteker Tujuan dari kegiatan ini untuk menumbuhkan minat apoteker dalam memanfaatkan teknologi Informasi yang lagi in di era globalisasi sekarang ini agar tidak tertinggal jauh bahkan diharapkan bisa menjadi leader didalam memaanfaatkan IT dalam kegiatan kesehariannya.

Hari kedua tanggal 2 agustus puncak acara berupa pembukaan dan dilanjutkan kegiatan temu ilmiah yang diisi oleh Direktur bina farmasi komunitas & klinik, Ketuaa Umum ISFI Prof. Haryanto Dhanutirto, DEA, Apt, serta membangun hubungan profesionalisme antara dokter & Apoteker dalam memberikan pelayanan kesehatan di masyarakat oleh dr. Jauhar kumoro, SpoG serta Praktek kefarmasian oleh Apoteker di Apotek/masyarakat sebagai tenaga kesehatan olehAhaditomo, MS, APt – Ketua Kehormatan ISFI
Dalam kesempatan terpisah dr.Jauhar Kumoro, SpOG dari IDI pernah menyampaikan keluhan dan permintaan seputar obat palsu dapatkah ISFI menjamin bahwa Obat yang beredar dipasaran dapat dipertanggung jawabkan ? terbebas dari obat palsu? Hal-hal seperti ini tentunya bukan hal yang mudah untuk dijawab bisa atau tidak tetapi dituntut sikap mental dan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam jalur distribusi obat mulai pabrik pembuat, Distributor, Sales, Detailer, apotek sampai pengguna dalam hal ini dokter maupun paramedis. Disamping itu peran regulator baik Depkes, BPOM, maupun organisasi profesi kesehatan dituntut saling bahu-membahu memerangi kasus kejahatan seputar peredaran obat palsu yang sangat merugikan masyarakat dan semua pihak. Permasalahan seperti ini tentunya akan menarik untuk dfibahas di forum temu ilmiah & organisasi Hisfarma yang pesertanya hampir kebanyakan praktisi perapotikan yang tersebar di wilayah Indonesia mulai dari sabang sampai meraoke.
Acara organisasi hisfarma diharapkan mampu menjadi wadah dalam memberikan solusi seputar permasalahan praktek profesi apoteker di perapotikan mengingat praktek di apotek merupakan praktek profesi yang mandiri & tidak tergantikan oleh orang lain (idealnya begitu), namun dilapangan terkadang lain ceritanya kecuali bila apoteker itu dalam melakukan praktek ditempatnya sendiri/miliknya sendiri dan ini jumlahnya sangat kecil 10-15% selebihnya kebanyakan milik swasta. Ini tantangan yang sangat berat bagi organisasi apoteker (ISFI/Hisfarma) dalam membangun suatu komunitas praktek kefarmasian kondusif bebas dari intervensi pihak lain.
Kelemahan dalam berwirausaha abagi seorang apoteker juga diangkat dengan Menumbuhkan semangat enterprenership bagi profesi apotekeroleh Drs. Bambang Resmianto, Apt – Jakarta, harapannya akan dapat menggugah semangat berwirausaha di kalangan apoteker agar dapar memenuhi kebutuhan dalam melakukan praktek profesinya sendiri tanpa tergantung pihak lain.
Disamping itu masih banyak materi lain terkait ilmu kefarmasian maupun manajemen perapotikan yang diangat dalam acara hisfarma nanti.

Di Hari ke 3 tanggal 3 agustus peserta akan diajak menikmati keindahan panorama gunung bromo sekaligus tantangan untuk dapat menaiki & mendaki gunung yang begitu indah dan mempesona yang selalu banyak dikunjungi oleh turis lokal maupun mancanegara (lihat wisata gunung bromo).

Monday 30 June 2008

SOSIALISASI TATAP


Sebentar lagi Tahun 2009 kita akan melihat bagaimana apoteker di Indonesia sedang di uji dalam melakukan pembenahan Internal, Akan lahir apoteker-apoteker baru yang punya nilai kompetensi dan profesionalisme yang tinggi, ISFI Berbenah, BPOM Berbenah, Dinas Kesehatan Berbenah,
Kenapa mereka bebenah karena minimal bila kompak & setuju semua apoteker yang berada di sektor pelayanan kesehatan tersebut ikut mensosialisasikan apa itu program TATAP…

Berbagai kegiatan Seminar, temu Ilmiah digelar semuanya bertujuan positif demi peningkatan dan perbaikan kualitas pelayanan dan eksistensi profesi apoteker.

TATAP dapat didefinisikan Tiada Apoteker Tiada Pelayanan
Artinya Bila Tidak ada Apoteker otomatis tidak ada pelayanan di apotek tersebut …
Pelayanan yang bagaimana yang tidak ada ?
Apakah pelayanan Resep / Pelayanan obat-obat yang harus dengan resep dokter
Atau semua pelayanan di apotek harus tutup.
Terus bagaimana konsekuensinya ?
Apa dampaknya?
Siapa yang bisa menerima ? Siapa yang akan menolak ?

Mari kita belajar dari Negara tetangga kita …. Singapura misalnya

Di Singapura tempat yang memberikan pelayanan kefarmasian disebut dengan “PHARMACY”
penangung jawabnya disebut Pharmacist
Tahun 2007 tepatnya Bulan juni, saat saya berkunjung ke negeri singa tersebut saya sengaja mencoba melakukan survey di berbagai tempat pelayanan kefarmasian a.l :
1. Mall di Changi Airport Singapore - disana ada Watson Pharmacy
2. Mount Elizabeth Hospital – di dalam nya ada Guardian Pharmacy
3. Plaza Mustafa Center – Ada Watson Pharmacy
4. Plaza di pelabuhan Harbour Front didalamnya ada Watson Pharmacy

Saya mencoba mendatangi satu persatu mencari apoteker / Pharmacist dan memperkenalkan diri serta berbincang-bincang dengan pharmacist tapi ingat lho mereka terkesan lebih suka bekerja dari pada berbincang-bincang . Ada kesan mendalam bahwa di semua titik pelayanan Pharmacy semua apotekernya/pharmacistnya berada di tempat saat apotek buka mereka rata-rata dibantu oleh satu atau dua tenaga teknis farmasi & tenaga administrasi.
Masih penasaran lagi saya coba datang malam hari jam 20.00 ke Mount Elizabeth Hospital disana ada Guardian Pharmacy saya tidak ketemu pharmacistnya karena baru saja pulang namun Guardian Pharmacy masih tetap buka tetapi yang dibuka hanya pelayanan yang khusus melayani produk-produk bebas seperti suplemen dan susu sementara obat-obatan ada satu Blok/ruang tersendiri dan sudah tertutup, rupanya ruang itu yang harus ditutup bila tidak ada apoteker/pharmacistnya. Saya mencoba datang ke Instalasi farmasi di RS Mount Elizabeth mencoba menemui apoteker/Pharmacist saya ketemu dengan apoteker/pharmacist yang dinas malam hari di rs tersebut ternyata jumlah apoteker/pharmacistnya cukup banyak saya tanya apa ada 20 pharmacist kata petugas pharmacist tersebut dijawab lebih.

Dari sini saya berkesimpulan ternyata di Negara kecil Singapura sudah melaksanakan kegiatan No Pharmacist No Service (TATAP)

Bagaimana Di Indonesia ?

Apa yang perlu dipersiapkan sebelum dilaksanakan TATAP
1. Sosialisasi ? Sudah cukupkah
Bagaimana mendifinisikan TATAP ? agar bisa diterima semua pihak ?
Apa maksud diadakan TATAP ?
Apa Manfaat TATAP Bagi Apoteker, atau bagi masyarakat ?
Siapa yang mencanangkan Program TATAP ? ISFI / PEMERINTAH ?
2. Perangkat hukum
Perangkat Hukum apa yang diperlukan dalam mempersiapkan TATAP ?
Sudah cukupkah dengan Peraturan Pemerintah tentang pekerjaan kefarmasian ? Permenkes? dll
Bagaimana sanksinya ? Siapa yang bertugas memberi sanksi? BPOM, Dinkes, ISFI atau semuanya?
Bagaimana Rewardnya ?
3. Prioritas
Daerah mana saja yang perlu diprioritaskan / dilakukan uji coba ? Pusat Propinsi? Pusat kota ?
Apoteker mana yang lebih diprioritaskan ? Pengurus ISFI, Apoteker di Pemerintahan dst
4. Target
Berapa % target minimal terpenuhi ?
Bila Target tidak terpenuhi ? apa langkah berikutnya yang dilakukan ISFI
5. Dukungan
Tentunya dukungan semua pihak sangat diharapkan
- Dukungan BPOM ( Dalam melakukan pemeriksaan di apotek BPOM lebih memprioritaskan keberadaan apoteker ada/tidak baru faktor penilaian administratif)
- Dukungan Dinas Kesehatan Kab/Kota (Dukungan kepala Dinas kesehatan dan Kasie farmasi dan alkes sangat berperan dalam pembinaan apotek secara berkesinambungan)

- Dukungan ISFI tentunya ISFI cabang, Daerah dan Pusat ikut berperan penting dalam mengkondisikan dan melakukan evaluasi berhasil/tidaknya program TATAP, Pengurus ISFI baik di cabang, Daerah maupun Pusat harus berani memberikan contoh pelaksanaan TATAP lebih dulu atau kalau tidak bisa lebih baik mundur menjadi penanggung jawab suatu apotek bila memang tidak bisa melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker pengelola Apotek dengan benar Bila langkah ini berhasil baru apoteker yang di BPOM, pemerintahan, Dinas Kesehatan dll

Saturday 14 June 2008

APOTEK MEMPRODUKSI OBAT KECANTIKAN DI GREBEK

http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/06/d/14/tts/220337/idkanal/466/idnews/956435

Baru saja kami menulis tentang Apotek permasalahan dan solusinya, kini masalah baru sudah muncul...
Ini seharusnya tidak terjadi bila semua pihak yang bertanggung jawab melakukan tugasnya dengan benar ...
Kami hanya berharap hal ini tidak terulang kembali di masa yang akan datang..
Kalau memang menjadi apoteker penanggung jawab jadilah APA yang baik
kalau tidak bisa mundurlah ini lebih terhormat
dari pada bila sudah terjadi ...
ini memalukan sekaligus menyakitkan ...
seperti orang yang tak mengerti hukum dan perundang-undangan..
Bagi kita di ISFI mari kita saling mengkoreksi
Kita harus bagaimana memperlakukan anggota yang seperti ini...
Apakah mereka sudah ikut kompetensi / belum ?
Apakah hal seperti ini masuk dalam katagori penilaian dalam menerbitkan sertifikat kompentensi?
Mari kita evaluasi agar jangan sampai sertifikat kompetensi hanya dipakai berlindung bagi seorang apoteker yang tidak pernah melakukan praktek kefarmasian.

mana yang perlu kita benahi?

Mari kita renungkan semua disini ...
Terima kasih ...

Friday 13 June 2008

APOTEK, PERMASALAHAN & SOLUSINYA


Menanggapi tulisan Bp. Sejawat Drs. Dani Pratomo, Apt http://www.apotekkita.com/
Sangat menarik kita bicara tentang Permasalahan Perapotikan…
Sebagai ketua ISFI cabang saya dihadapkan pada informasi pendirian dan rekomendasi pendirian apotek baru baik apotek milik perorangan swasta maupun klinik.


Banyak pengalaman berkaitan tentang apotek :

I. JARAK ANTAR APOTEK
Kebetulan kami pernah dimintai rekomendasi pendirian apotek baru yang jaraknya kurang dari 100 M dari apotek sekitarnya, karena tempatnya di komplek pasar/ruko, disekitar calon apotek baru tersebut sudah berdiri 8 Apotek. Dari delapan apotek ada 3 apotek yang tutup alias bangkrut, tinggal tersisa 5 apotek itupun akan ada 1 apotek mau tutup alias omzetnya tidak memenui syarat. Untuk memutuskan memberikan rekomendasi atau tidak kami harus menghadirkan apoteker disekitar apotek baru tersebut untuk didengar pendapatnya serta menghadirkan pemilik dan Apoteker calon apotek baru tersebut serta team pembuat rekomendasi dari ISFI. Setelah berdialog cukup lama karena pertemuannyapun belangsung selama 4 kali pertemuan dan setelah berdiskusi cukup lama dan juga mengingat perlunya pemerataan pelayanan kesehatan khusnya pelayanan kefarmasian tanpa menyebabkan tutupnya apotek lain bila ada apotek baru maka dengan berat hati kami memutuskan belum dapat merekomendasi berdirinya apotek baru di sekitar tempat tersebut tetapi ISFI menyarankan dan mendukung bila apoteker dan pemilik calon apotek baru tersebut ingin membuka apotek baru di tempat lain yang masih memerlukan berdirinya apotek di wilayah kerja isfi cabang kami.
Ini Masalah Jarak antar apotek ….


II. JASA PROFESIONAL APOTEKER

Hambatan Internal berasal dari Apoteker itu sendiri :
1. Apoteker tidak ingin mengelola apotek secara penuh (datang seminggu cukup 1 atau 2 hari saja)
2. Apoteker ingin sekedar mendapat gaji tambahan karena sudah bekerja ditempat lain atau sebagai pegawai negeri dll

Hambatan External :
1. Pemilik modal / Investor/PSA inginnya hanya pinjam nama saja artinya apoteker tidak perlu datang tiap hari tetapi cukup seminggu sekali atau 2 kali saja, syukur kalau apotekernya jarang datang dan gaji dikirim dirumah.

SOLUSI :
I. Hambatan internal sudah terjadi dan mengakar di masyarakat Pengurus ISFI maupun Hisfarma (bila sudah terbentuk) harus mampu memberikan contoh kepada anggotanya (bukan hanya bicara teori tetapi mempraktekkannya sendiri),
II. Sedangkan Hambatan secara eksternal adalah masalah Modal dan jiwa enterprener :
.Perlu kita akui bahwa tidak semua apoteker bisa menjadi enterprener,
sedangkan untuk menjadi apoteker sejati seorang apoteker harus dapat melakukan praktek secara mandiri diapotek tanpa adanya intervensi pihak lain ini bisa dilakukuan bila apoteker tersebut memiliki apotek sendiri, namun tidak menutup kemungkinan bisa melakukannya bila apotek tersebut milik koperasi, yayasan, BUMN atau swasta .


Untuk apoteker yang bekerja sama dengan pihak lain, kenyataan dilapangan masih ada apoteker yang di gaji setara dengan Upah Minimum Propinsi (UMP). Luar biasa (memprihatinkan)… Ini menunjukkan betapa rendahnya posisi tawar apoteker tsb.
Ada dua kasus digaji seperti tersebut diatas :
1. Apoteker tersebut sebagai APA namun sama sekali tidak pernah di apotek dan dia tidak mempermasalahkan hal tersebut diatas karena dia sudah mendapat gaji ditempat lain. (ini yang sangat memprihatinkan yang dapat berdampak pada krisis moral apoteker) ISFI harus tegas dalam hal ini.
2. Apoteker sebagai Apoteker pendamping tetapi digaji setingkat AA (biasanya ini terjadi disekitar Perguruan Tinggi baik negeri / Swasta yang banyak meluluskan apotekernya. Ini yang perlu kita perjuangkan …


PROGRAM TATAP :
1. TATAP yang sebenarnya adalah pelaksanaan kegiatan pelayanan kefarmasian di mana saat apotek buka harus ada apotekernya artinya bila tidak ada apotekernya otomatis apotek tersebut harus tutup. Artinya bila apotek tersebut buka jam 08.00 s/d jam 21.00 maka apotek tersebut harus menyediakan minimal 2 apoteker.
2. TATAP Modifikasi artinya apoteker harus menginformasikan kepada masyarakat kapan hari dan jam dia berada di apotek (ditunjukkan dengan Jam praktek/Jam konsultasi) ini akan sangat membantu bagi pasien yang ingin berkonsultasi & memerlukan apoteker. Aagar bisa dengan mudah dilihat oleh masyarakat ukuran papan konsultasi minimal 40 x 60 cm berisi nama apoteker, logo Isfi dan jam konsultasi/praktek.


Jasa profesional apoteker di wilayah Jawa Timur ditetapkan oleh ISFI sebesar
- Jasa Profesi 1.500.000,- per/bulan Gaji Diterima sebanyak 14 kali gaji termasuk THR dan Akhir Tahun
- 1 – 1,5% Omzet
- Kenaikan jasa pengelolaan apotek
- Tunjangan Kesehatan
- Kenaikan jasa pengelolaan apotek secara berkala disesuaikan dengan inflasi


Untuk menerapkan jasa professional apoteker seperti tersebut diatas diperlukan perjuangan bagi ISFI atau apoteker untuk meyakinkan investor dalam bernegosiasi . Karena masih banyak PSA/Investor yang berpikir pola lama seperti dalam pernyataannya “saya hanya pinjam nama saja” ini bukan hal yang baru agar dapat menggaji apoteker dengan gaji rendah , padahal sebenarnya ini sangat menyakitkan bagi apoteker karena secara tidak langsung profesinya dilecehkan dan dapat diperjualbelikan. Ini harus kita tolak


Sedangkan usulan sejawat drs. Dani Pratomo, Apt ? http://www.apotekkita.com/ agar jasa profesional apoteker ditetapkan lebih menantang. Misalnya minimal Rp. 5.000.000 per bulan. Ini perlu kita telaah bersama, apakah usulan tersebut kondusif bagi investor atau apoteker sendiri?
Kalau kondusif .. ok
Kalau tidak kondusif .. bagaimana jalan keluar dan resikonya …


Hisfarma dalam hal ini organisasi yang berada dibawah payung ISFI yang membidangi tentang perapotikan akan banyak berperan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut karena anggotanya lebih Homogen, hampir semuanya praktisi perapotikan … apa dan bagaimana kegiatannya mari kita datang dalam acara Temu Ilmiah dan Organisasi Hisfarma Tgl 1-3 Agustus 2008 lihat di http://www.apotekerindonesia.blogspot.com/


Bagaimana sejawat ? Menarik bukan ?

Monday 2 June 2008

KEMBALINYA IKATAN APOTEKER INDONESIA

Kami yang di cabang bertugas mengusulkan usulan ke PD ISFI dari PD ISFI kami harapkan bisa diteruskan PP ISFI untuk di formulasikan dalam bentuk draft. Dan kebetulan di web site ini kita bisa sharing alangkah baiknya ini… berdebat boleh … demi perbaikan profesi kita … apoteker …

Karena dalam setiap organisasi keputusan konggreslah yang patut kita hormati … ok
Disini kami mencoba mengangkat wacana tentang amandemen AD/ART ISFI terkait pengembalian nama organisasi apoteker dari ISFI untuk dikembalikan ke nama aslinya Ikatan Apoteker Indonesia yang didirikan Tanggal 18 Juni 1955.
Adapun latar belakang :
1. Mayoritas anggota ISFI sekarang (bisa dibilang 100%) adalah Apoteker bukan sarjana farmasi
2. Permasalahan di ISFI adalah permasalahan profesi apoteker bukan permasalahan Sarjana Farmasi (Seperti PUKA, TATAP, Magang dll).
3. Kita disini hidup dengan organisasi profesi lain IDI, PDGI dll mereka punya bendera atas nama organisasi profesi masing masing kalau kita ingin sejajar kita harus berdiri tegak dengan menghargai diri kita sebagai seorang apoteker bukan sarjana farmasi. Nama Organisasi profesi kitapun perlu kita pikirkan ulang tetap pakai ISFI dengan berbagai penjelasan dan argumen bahwa ISFI adalah satu-satunya organisasi profesi apoteker atau cukup langsung nama IKATAN APOTEKER INDONESIA ?
4. Mari kita berpikir kebelakang apakah pada saat pergantian Ikatan Apoteker Indonesia menjadi Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia pada konggres ke VII tahun 1965 mayoritas pesertanya sarjana farmasi dan non apoteker ?Atau memang pada saat itu untuk menjadi seorang apoteker memang sangat susah dan langka sehingga syarat menjadi anggota ISFI adalah apoteker, sarjana farmasi dan sarjana farmasi non apoteker.
5. Kalau kita perhatikan dalam kop surat organisasi ISFI disitu tertulis arti dalam bahasa asing berbunyi Indonesian Pharmacist Association ? samakah sarjana farmasi dengan Pharmacist?
Demikian berbagai argumen kami, kami sebagai masyarakat apoteker hanya bertugas menyuarakan dan menyampaikan aspirasi ini, karena hanya di pundak Ketua UMUM, Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah ISFI lah semua ini dapat dirumuskan dan dilegalkan di konggres NASIONAL ISFI 2009. Mudah-mudahan kita tidak hanya berputar-putar masalah ini sementara masalah lain terabaikan. Masih banyak cara lain untuk mengangkat harkat dan martabat sebagai seorang apoteker.
Hidup apoteker, jayalah profesiku...